Pada awal tahun 1980 John Bollinger menciptakan indikator ini untuk membantu membandingkan volatilitas dan harga relatif dalam satu periode analisis.
Bollinger Bands sendiri sebenarnya terdiri atas tiga buah garis yang membentuk semacam sabuk pembatas terhadap pergerakan harga. Namun dalam penerapannya garis tengah Bollinger Bands seringkali tidak ditampilkan karena memang garis tengah tsb hanyalah garis moving average biasa.
Perhatikan gambar di bawah berikut ini :
Seperti yang telah dijelaskan diatas, BB sendiri bentuknya menyerupai sabuk yang menjadi pembatas pergerakan harga. Apakah anda menemukan sesuatu diatas? Ya, apabila terjadi ketidakseimbangan antara demand and supply, maka BB akan lebih melebar dibandingkan kondisi seimbang.
Pantulan Bollinger
Satu hal yang mesti kita ingat tentang Bollinger Bands bahwa harga memiliki kecenderungan untuk kembali ke tengah bands. Inilah alasan mendasar muncul istilah "Pantulan Bollinger" (Bollinger Bounce). Coba tilik grafik di bawah ini dan tebak, ke mana harga bergerak selanjutnya.
Kalau jawabannya down, selamat! Jawaban itulah yang tepat.
Seperti yang bisa kita lihat, harga kembali bergerak turun menuju bagian tengah dari bands.
Apa yang baru saja kita simak adalah Bollinger Bounce tipe klasik. Penyebab mengapa lonjakan ini terjadi adalah karena Bollinger Bands bergerak seperti level support dan resistance yang dinamis.
Semakin lama time frame kita, para bands ini akan "bermain" semakin kuat. Banyak trader telah mengembangkan sistem yang berkembang pesat pada lonjakan-lonjakan tersebut dan strategi ini sempurna bila digunakan pada saat pasar ranging dan tidak ada trend yang jelas di sana.
Nah, sekarang mari kita perhatikan bagaimana cara menggunakan Bollinger Bands ketika pasar bergerak.
Tekanan Bollinger
Istilah Tekanan Bollinger (Bollinger Squeeze) cukup menjelaskan apa maksud hal ini. Pada saat bands tertekan, biasanya ini mengisyaratkan breakout yang akan segera terjadi.
Jika candle mulai menembus di atas puncak salah satu band, maka pergerakan akan cenderung berlanjut ke atas. Jika candle mulai menembus di bawah bagian terendah band, hal ini menandakan harga akan meneruskan pergerakannya ke bawah.
Perhatikan grafik di atas. Kita bisa melihat bagaimana bands tertekan. Harga baru saja mulai menembus di atas band tertinggi. Nah, berdasarkan informasi ini, tebak ke mana harga akan bergerak selanjutnya?
Strategi ini didesain agar kita mampu menangkap pergerakan harga sedini mungkin. Memang, kejadian ini tidak terjadi tiap hari, tapi kita bisa menemukannya beberapa kali dalam seminggu jika kita memasang time fram 15 menit pada grafik.
Fungsi dari indikator Relative Strength Indeks, atau yang lebih umum dikenal dengan istilah RSI, tidak jauh berbeda dengan Stochastic. Dia mampu mengenali kondisi overbought dan oversale pada pasar. RSI juga memiliki skala 0 hingga 100. Satu-satunya perbedaan adalah indikasi oversold dan overbought.
RSI mengindikasikan kondisi oversold ketika pembacaan berada di bawah skala 30, sedangkan pembacaan di atas skala 70 mengindikasikan overbought.
Trading dengan RSI
Penggunaan RSI tidak jauh berbeda dengan Stochastic. Kita bisa menggunakannya untuk memilih titik teratas dan titik terbawah, tergantung pada kondisi pasar apakah sedang overbought atau oversold.
Di bawah ini adalah contoh grafik 4-jam dari pair EUR/USD.
Dari gambar grafik di atas tampak bahwa pair tersebut anjlok dalam skala mingguan terakhir, dan merosot sekitar 400 pips pada kurun waktu dua minggu.
Pada tanggal 7 Juni, EUR/USD telah diperdagangkan di bawah 1.2000. Akan tetapi, RSI merosot di bahwa 30 dan memberi sinyal bahwa seller telah kabur dari pasar dan kemungkinan harga tidak akan bergerak lagi. Harga pair tersebut baru akan berbalik dan mengarah kembali ke atas beberapa minggu kemudian.
Menentukan Trend dengan RSI
RSI adalah salah satu trading tool yang paling populer di antara trader. Penyebab tingginya popularitas indikator ini adalah karena fungsi keduanya, yaitu untuk mengkonfirmasi formasi trend.
Jika kita sedang mencari kemungkinan terbentuk uptrend, maka jangan ragu untuk melirik RSI dan pastikan dia berada di atas angka 50. Sebaliknya, jika menurut kita mencari kemungkinan terbentuknya downtrend, maka pastikan kalau RSI berada di bawah 50.
Pada bagian awal grafik di atas, kita bisa melihat kemungkinan terbentuknya downtrend. Nah, agar tidak terjebak sinyal palsu, kita bisa menunggu RSI melewati garis di bawah 50 untuk mengkonfirmasi terbentuknya trend.
Tak beberapa lama kemudian, membuktikan bahwa downtrend akan terbentuk, RSI bergerak turun melewati 50. Downtrend pun akhirnya terkonfirmasi.
Stochastic pada dasarnya adalah oscillator yang mengukur kondisi overbought dan oversold pada pasar. Karakter dua garis pada indikator ini mirip dengan karakter garis MACD; bahwa satu garis bergerak lebih cepat ketimbang garis lainnya.
Trading dengan Stochastic
Walaupun memiliki persamaan dengan Parabolic SAR, namun yang membedakan keduanya adalah kemampuan Stochastic, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, stochastic membantu trader seperti kita untuk memastikan kapan pasar dalam kondisi overbought dan kapan saatnya ia oversold. Stochastic dihitung dengan skala 0 hingga 100.
Ketika dua garis stochastic berada di atas angka 80 (titik-titik merah yang terhubung menjadi garis pada grafik di atas), maka hal ini mengisyaratkan bahwa pasar dalam kondisi oversold.
Sederhananya, pada saat pasar oversold kita pasang buy, dan sebaliknya, kita memasang sell jika market overbought.
Ok sekarang mari kita perhatikan grafik di atas. Seperti yang bisa kita lihat, Stochastic menunjukkan bahwa pada saat itu pasar sedang dalam kondisi overbought selama beberapa waktu. Berdasarkan informasi ini, bisakah kau menebak ke arah mana harga bergerak?
Jika jawabanmu adalah merosot ke bawah, maka...yap! Kau benar. Karena pasar berada dalam kondisi overbought untuk waktu yang cukup lama, pembalikan (atau yang lebih dikenal dengan istilah reversal) sudah pasti akan terjadi.
Itulah sekilas penjelasan mengenai Stochastic.Banyak trader menggunakan indikator Stochastic dengan berbagai cara, namun tujuan utama dari indikator ini adalah menunjukkan pada kita kapan dan di mana kira-kira pasar akan berada dalam kondisi overbought atau oversold.
Seiring berjalannya waktu, kita pasti akan belajar menggunakan Stochastic dan mampu menyesuaikannya hingga menjadi bagian dari ciri khas trading kita.
Pada tahun 1978 dalam bukunya "New Concepts in Technical Trading", J Welles Wilder memperkenalkan Parabolic SAR ( disingkat hanya dengan SAR saja )bersama dengan RSI sebagai salah satu indikator utama dalam trading. SAR sendiri merupakan kependekan dari Stop And Reverse yang kurang lebih diartikan sebagai indikator penentu titik Stop Loss dalam bertrading.
Selama ini kita telah mengenal indikator yang hanya terfokus pada bagaimana menangkap awal dari sebuah trend yang baru. Meski penting bagi kita untuk mengidentifikasi trend yang baru, namun tahu di mana sebuah trend akan berakhir juga sama pentingnya. Trading akan terasa sempurna bila kita tahu, kapan waktu yang pas untuk melakukan entry dan exit.
Ada satu indikator yang bisa membantu kita untuk menentukan di mana kira-kira sebuah trend akan berakhir adalah Parabolic SAR (Stop And Reversal). Parabolic SAR menggunakan titik atau poin untuk menunjukkan pembalikkan potensial dari pergerakkan harga di dalam grafik.
Kita bisa lihat pada gambar di atas bahwa titik-titik pada grafik bergerak dari bagian bawah candle pada saat uptrend, menuju ke atas candle pada saat trend berbalik menjadi downtrend.
Trading Menggunakan Parabolic SAR
Keunggulan Parabolic SAR adalah dia mudah digunakan, bahkan oleh trader baru.
Cara membaca indikator ini adalah ketika titik-titik ada di bawah candle itu berarti dia memberi sinyal pada kita agar memasang order buy. Sebaliknya, titik-titik seperti semut itu berada di atas candle, hal ini berarti saatnya kita pasang order sell.
Hah!! cuma begitu saja?
Yap! Mudah sekali, kan? Hehehe...
Parabolic SAR bisa jadi adalah indikator yang paling mudah untuk dibaca karena dia hanya memberi gambaran pergerakan harga, apakah naik atau turun. Dengan karakteristik semacam ini, Parabolic SAR cocok digunakan pada market yang sedang trending, mengalami rally panjang, atau downtren.
Jangan pernah sekali-kali menggunakan indikator ini pada market yang choppy, di mana harga bergerak sideways.
Menggunakan Parabolic SAR Untuk Keluar Trade
Selain untuk mengenali akhir dari sebuah trend dan order apa yang mestinya dipasang, kita juga bisa menggunakan Parabolic SAR untuk menentukan apakah kita harus close trading kita atau tidak.
Mari lihat bagaimana Parabolic SAR bekerja sebagai sinyal exit trading pada pair EUR/USD:
Pada saat EUR/USD mulai merosot di akhir April, pair ini terlihat seakan tidak akan berhenti sampai dia menyentuh titik dasar neraka. Trader yang sebelumnya sempat melakukan trading tipe short atas pair ini, pasti bertanya-tanya seberapa lama EUR/USD akan lanjut melorot seperti itu.
Di awal Juni, tiga titik terbentuk di akhir harga, memberi sinyal bahwa downtrend telah berakhir dan saatnya untuk keluar (exit) dari trading shorts.
Jika kita dengan keras kepala tidak mau menutup trading karena mengira EUR/USD akan kembali melanjutkan penurunannya, tanpa sadar kita telah menghapus semua profit yang kita dapat, sebab pair ini pada akhirnya akan kembali merangkak naik (bahkan mungkin melambung) ketika mendekati harga 1.3500.
Tool trading ini digunakan oleh sebagian besar trader untuk mengidentifikasi pergerakan rata-rata (moving averages) yang mengindikasikan munculnya trend baru, yang bisa berupa bullish atau bearish.
Ketika tercipta trend bullish atau bearish, kita tak perlu khawatir. Lagipula prioritas utama kita dalam bertrading adalah menemukan trend, entah naik atau pun turun, yang bisa kita manfaatkan untuk meraup untung.
Dengan grafik MACD, kita akan melihat tiga angka yang biasa digunakan untuk setting grafik ini.
Angka pertama adalah jumlah periode yang digunakan untuk menghitung moving average yang cepat.
Angka kedua adalah jumlah periode yang digunakan untuk pada moving average yang lamban.
Angka ketiga adalah jumlah bar yang digunakan untuk menghitung moving average dari perbedaan antara moving average yang cepat dan lamban.
Misalnya saja kita melihat angka "12, 26, 9" sebagai parameter MACD (yang umumnya adalah setting default untuk sebagian besar grafik). Beginilah makna dari angka-angka tersebut:
Angka 12 mewakili 12 bar moving average sebelumnya yang lebih cepat
Angka 26 mewakili 26 bar moving average sebelumnya yang lebih lamban
Angka 9 mewakili 9 bar moving average dari selisih dua jenis moving average, yang terwujud dari garis vertikal yang disebut histogram (garis hijau pada grafik di atas).
Pada kalangan trader berkembang kesalahpahaman sehubungan dengan garis-garis MACD. Dua garis yang muncul BUKANLAH pergerakan rata-rata (moving averages) dari harga. Sebaliknya, dua garis tersebut adalah PERBEDAAN dari pergerakan rata-rata antara dua moving average.
Pada contoh di atas, moving average yang cepat adalah gambaran pergerakan rata-rata dari perbedaan antara moving average 12 dan 26 periode . Sedangkan moving average yang lamban menggambar rata-rata dari garis MACD sebelumnya. Sekali lagi, dari contoh di atas, itu akan diwakili oleh moving average 9 periode.
Artinya...kita mengambil rata-rata dari 9 periode terakhir dari garis MACD yang bergerak dengan cepat dan menempatkannya sebagai moving average kita dengan pergerakan yang lamban. Hal ini akan memberikan garis pergerakan rata-rata harga yang lebih akurat.
Histogram ini akan menggambarkan perbedaan antara pergerakan rata-rata yang cepat dan lamban. Jika kita melihat grafik yang sebenarnya, kita bisa menangkap bahwa (ketika dua moving average bergerak terpisah, histogram akan menjadi lebih besar.
Inilah yang disebut dengan divergence karena moving average yang lebih cepat ber-diverging, atau bergerak menjauh dari moving average yang lebih lamban.
Ketika moving averages bergerak mendekati satu sama lain, histogram menjadi lebih kecil. Inilah yang disebut dengan convergence karena moving average yang lebih cepat ber-converging atau bergerak mendekati moving average yang lebih lamban.
Dan inilah mengapa, Kawan Moving Average Convergence Divergence dinamakan MACD. Hah...panjang sekali penjelasan untuk istilah yang begitu pendek, M-A-C-D.
Ok jangan salah! Tidak ada salahnya kita belajar mengenai sejarah bukan, apalagi sejarah yang bisa membuat kocek kita semakin tebal.
Nah, sekarang kita tahu mengenai MACD. Selanjutnya, apa sih yang bisa dilakukan kawan kita si MACD untuk kita (dan rekening kita)!
Trading Menggunakan MACD
Dari keterangan sebelumnya kita sekarang tahu ada dua macam moving average dengan "kecepatan" yang berbeda. Dan tentu saja, moving average yang lebih cepat akan cenderung akan segera bereaksi terhadap pergerakan harga, jika dibandingkan moving average yang lebih lamban.
Ketika trend baru muncul, garis yang cepat (fast line) akan terlebih dulu bereaksi dan nantinya akan bersilangan dengan garis yang lamban (slower line). Ketika "crossover" semacam ini muncul dan fast line mulai "diverge" atau menjauhi slower line, peristiwa ini mengindikasikan bahwa trend baru telah terbentuk.
Dari grafik di atas kita bisa melihat bahwa fast line bersilangan dengan slower line kemudian bergerak di bawah garis tersebut dan secara tepat mengindikasikan kemunculan downtrend yang baru. Perhatikan, ketikan kedua garis tersebut saling silang, histogram untuk beberapa saat menghilang.
Hal ini disebabkan perbedaan antara kedua garis yang pada saat itu adalah 0. Ketika downtrend mulai terbentuk dan fast line menyimpang (diverge), menjauh dari slow line, histigram menjadi semakin besar. Hal ini mengindikasikan trend yang menguat, bisa jadi uptrend atau downtrend.
Mari perhatikan grafik di bawah.
Pada grafik EUR/USD 1-jam seperti contoh di atas, fast line bergerak bersilangan dengan slow line sementara histogram menghilang. Hal ini mengisyaratkan bahwa downtrend akan segera mengalami reverse (pembalikan).
Sejak saat itu, EUR/USD mulai melesat ke atas, bersamaan dengan dimukainya uptrend baru. Bayangkan hal ini terjadi pada trading kita; setelah menunggu sekian lama akhirnya terjadi crossover. Wush! Mendadak kita bisa untung 200 pip berkat bertemunya dua garis MACD.
Satu kelemahan MACD. Secara natural, moving average cenderung bergerak lebih lamban ketimbang pergerakan harga. Hal ini disebabkan moving average tidak lebih dari alat pencatat sejarah pergerakan harga.
Karena MACD mewakili moving average dari moving average lainnya dan diperhalus oleh moving average lainnya, kita bisa bayangkan bahwa akan muncul lag. Meski demikian MACD tetap menjadi tool favorit banyak trader.
Moving Average sendiri merupakan indikator berjenis trend, yaitu indikator yang digunakan untuk menentukan trend yang sedang terjadi di market. Penggunaannya sangat luas bukan saja dalam dunia forex, jika Anda pernah bermain saham dan menggunakan analisa teknikal, maka pasti MA juga digunakan disana. Toh memang analisa teknikal bersifat universal dan dapat digunakan dalam sfemua market yang menggunakan data kolektif.
Moving Average juga dapat diturunkan lagi menjadi indikator baru dan benar-benar berbeda dengan indikator aslinya. Jika nanti Anda mulai mempelajari MACD (Moving Average Convergence Divergence) maka Anda akan mengetahui bahwa indikator satu ini pun asalnya juga dari Moving Average .
Moving average mempunyai tiga varian yang berbeda yaitu Simple Moving Average, Weighted Moving Average dan Exponential Moving Average. Masing-masing merupakan metode rata-rata bergerak, hanya saja cara me-rata-ratakannya yang berbeda satu sama lain. Namun dalam pembacaannya tetaplah sama dan semuanya mengiktui aturan yang berlaku pada Moving Average. Kenyataannya sejak awal tahun 2000 an, Moving Average bukan saja berkembang dalam 3 varian saja tetapi menjadi lebih dari 5 varian yang disesuaikan dengan kegunaannya saja. Namun untuk mempersempit ruang pembahasan sekaligus memudahkan Anda dalam menginterprestasikan MA, pembahasan hanya difokuskan pada ketiga jenis MA.
Simple Moving Average (SMA)
Simple Moving Average (atau biasa disebut Moving Average saja atau juga disingkat SMA) adalah Moving Average paling sederhana dan tidak menggunakan pembobotannya dalam perhitungan terhadap pergerakan closing price.
Perhatikan gambar Simple Moving Average dengan periode 10 berikut ini:
Meskipun sederhana, SMA cukup efektif dalam menentukan trend yang sedang terjadi di market. Cara pembacaannya pun sederhana.
Secara garis besar MA dapat digunakan untuk hal-hal berikut:
:
Menentukan trend yang akan terjadi.
Menentukan titik support dan resistance.
Memuluskan indikator lain yang terlalu bergerigi.
Aplikasi MA paling banyak digunakan untuk memprediksi arah trend.Kegunaan MA akan dititik beratkan pada kegunaan utamanya yaitu untuk memprediksi trend.
Sekarang mari kita perhatikan MA dengan periode 10 yang diterapkan pada GBP/USD periode 1 hari berikut ini:
Perhatikan bagian yang telah diraster dengan warna biru. Ketika harga bergerak naik, MA berada dibawah dari pergerakan mata uang. Sebaliknya bila MA berpotongan dengan candlestick, trend naik berhenti dan dilanjutkan dengan situasi sideways. Atau ketika trend naik terjadi lalu kemudian MA menembus harga dan berpindah dari bawah menuju keatas, itu merupakan pertanda bahwa trend naik telah berakhir untuk kemudian dilanjutkan dengan trend turun.
Bagaimana kalau kita menggunakan dua buah SMA dengan dua periode yang berbeda? Hasilnya akan sangat menarik. Kita akan segera tahu bagaimana hasilnya:
Lebih memudahkan bukan? Dengan penggunaan dua SMA dengan dua periode yang berbeda kita dapat lebih akurat lagi memprediksikan kemana harga akan bergerak. Apabila telah terjadi perpotongan antara harga dengan kedua SMA maka akan dipastikan harga kan berubah arahnya. Pada gambar diatas, apabila MA dengan periode yang lebih kecil yaitu periode 10 jika di gambar-berada dibawah dari MA yang periodenya lebih besar-pada gambar diwakili dengan periode 15 maka itu merupakan indikasi harga sedang dalam trend turun dan sebaliknya apabila periode lebih kecil di atas dari periode yang lebih besar maka trend mata uang sedang dalam tren naik.
Dapat kita catat juga bahwa apabila rentang antara kedua SMA semakin besar maka kemungkinan trend akan terus berlangsung dan bila mulai terjadi penyempitan jarak diantara keduanya dan sampai terjadi perpotongan kembali, bisa disimpulkan bahwa trend sudah berakhir. Mudah kan?
Mengenai periode MA yang digunakan, sayangnya sampai saat ini belum ada aturan pencarian periode yang tepat untuk dipakai. Memang perlu banyak-banyak berlatih dan mencoba (trial and error). Perlu Anda catat bahwa penggunaan periode dapat berubah-ubah menurut kebutuhan meskipun pada pair yang sama karena memang kondisi sebuah mata uang adalah dinamis dari waktu kewaktu. Namun berdasarkan pengalaman, disarankan periode yang digunakan tidak lebih besar dari 40. Ini dimaksudkan agar MA tidak kehilangan sensitivitasnya sebagai indikator penentu trend.
Semakin besar periode dari MA maka kurva MA yang dihasilkan akan semakin lebar dan tidak sensitif dalam mengakomodasi perubahan harga. Sebaliknya, semakin kecil periode MA maka kurva MA yang dihasilkan menjadi semakin semakin sensitif. Dalam hal ini terlalu sensitif atau tidak sensitif sama sekali bukanlah hal yang baik. Semakin sensitif sebuah kurva MA maka semakin sering sinyal palsu dihasilkan dan membuat trading kita loss. Sebaliknya, semakin tidak sensitif maka sinyal beli atau jual menjadi semakin sedikit yang mengakibatkan kita tidak dapat bertrading.
Nah, lebih lengkapnya telah disarikan oleh BelajarForex mengenai penggunaan SMA untuk membaca trend dalam bentuk tabel sbb:
SMA berada dibawah harga = Kondisi bullish / trend naik.
SMA berada diatas harga = Kondisi bearish / trend menurun.
SMA memotong harga dari atas = trend menuju bullish.
SMA memotong harga dari bawah = trend menuju bearish.
SMA periode lebih pendek memotong,
SMA periode lebih panjang dari bawah = trend menuju bullish.
MA periode lebih pendek memotong,
SMA periode lebih panjang dari atas = trend menuju bearish.
SMA dengan periode lebih panjang berada diatas SMA berperiode lebih pendek = Kondisi bearish / trend menurun.
SMA dengan periode lebih panjang berada dibawah SMA berperiode lebih pendek = Kondisi bullish / trend naik.
Pada gambar dibawah ini adalah aplikasi dalam memprediksi trend yang akan terjadi dengan menggunakan WMA. Cara penggunaannya sama persis dengan penggunaan pada SMA. Perhatikan perbedaan SMA dengan WMA berikut ini:
Dan dibawah ini pemakaian WMA dengan dua periode yang berlainan:
Terlihat WMA lebih responsif dalam memprediksi perubahan trend pada GBP/USD. Setiap titik peralihan trend tepat berada pada candlestick terakhir trend yang sedang berlangsung. Perhatikan juga pada gambar di atas akan terjadi kembali perubahan trend dari bullish menuju bearish. Dalam hal ini pemilihan periode yang tepat juga berpengaruh pada presisi penentuan trend.
Ok, sampai disini kita sudah mengetahui bahwa pembobotan harga pada tiap-tiap rentang waktu yang berbeda nilainya juga berbeda. Namun, apakah metode pembobotan pada WMA merupakan metode pembobotan yang paling cepat dalam memberikan perubahan trend? Tidak. Pada WMA pembobotan dilakukan tidak menyertakan nilai WMA sebelumnya. Pada bagian setelah ini kita akan melihat metode rata-rata bergerak yang melibatkan fungsi eksponensial dalam melakukan pembobotannya. Hasilnya adalah pemberian sinyal peralihan yang dapat lebih dini.
Exponential Moving Average (XMA)
XMA merupakan penyempurnaan dari metode SMA. Seperti kita ketahui bahwa pembobotan SMA merupakan penyebab yang mengakibatkan terjadinya keterlambatan sinyal perubahan trend. Pemberian bobot pada XMA sama seperti juga pada WMA, melibatkan periode. Hanya saja perbedaannya jika pada WMA semakin panjang periode yang kita gunakan maka semakin besar bobot nilai terakhirnya, maka pada XMA terjadi sebaliknya yaitu semakin panjang periode yang kita pakai maka semakin kecil pembobotan nilai terakhir yang kita pakai.
Secara keseluruhan, peraturan pada XMA adalah sama seperti pada SMA karena memang cara perhitungannya sama hanya memiliki perbedaan pada pembobotan nilai saja. Berikut ringkasannya:
XMA berada dibawah harga = Kondisi bullish / trend naik.
XMA berada diatas harga = Kondisi bearish / trend menurun.
XMA memotong harga dari bawah = trend menuju bearish.
XMA memotong harga dari atas = trend menuju bullish.
XMA periode lebih pendek memotong, XMA periode lebih panjang dari bawah = trend menuju bullish.
XMA periode lebih pendek memotong,XMA periode lebih panjang dari atas = trend menuju bearish.
XMA dengan periode lebih panjang berada diatas XMA berperiode lebih pendek = Kondisi bearish / trend menurun.
XMA dengan periode lebih panjang berada dibawah XMA berperiode lebih pendek = Kondisi bullish / trend naik.
Pada gambar dibawah ini adalah aplikasi dalam memprediksi trend yang akan terjadi dengan menggunakan XMA. Cara penggunaannya sama persis dengan penggunaan pada SMA.
Gambar dibawah ini adalah penggunaan XMA periode 10 pada grafik GBPUSD.
Dan sama seperti MA lainnya, XMA pun lebih sering digunakan dengan menggunakan 2 periode yang berlainan:
SMA, WMA, XMA Mana yang Lebih Baik?
Ini mungkin pertanyaan terakhir yang tersisa dari pembahasan Moving Average kita. Manakah diantara varian indikator MA ini yang paling baik?
Dilihat dari pemberian sinyal bullish atau bearish memang XMA merupakan indikator yang dapat memberikan sinyal yang lebih dini dibanding keduanya. Tentu saja demikian karena toh XMA memang diciptakan untuk mengeleminir kekekurangan varian MA pendahulunya. Tapi jika pertanyaannya adalah mana yang lebih baik, ini menjadi sangat relatif bergantung pada si pemakai.
Sebagai panduan, semakin sensitifnya sebuah indikator memang akan menjadi sangat membantu untuk memprediksi harga. Namun sebaliknya, semakin sensitif maka akan semakin banyak juga false signal yang dihasilkan yang artinya bisa saja sinyal yang diberikan ternyata salah atau tidak berlangsung lama. Itu sebabnya kembali bergantung pada sang trader.
Jika Anda adalah seorang yang lebih menyukai permainan yang lebih “safe”, mungkin SMA menjadi lebih cocok dibandingkan varian lainnya. Dan sebaliknya bila Anda menyukai permainan yang lebih beresiko (yang juga berari kemungkinan memperoleh keunutungan akan sama besarnya dengan resiko yang mungkin terjadi) maka XMA akan lebih baik menurut Anda karena lebih responsif dan lebih cepat dalam pemberian sinyal. Jika Anda seorang penganut “poros tengah”, silakan gunakan WMA. Yang jelas indikator hanyalah sebuah instrumen, kitalah yang menentukan keputusan berdasarkan petunjuk instrumen tersebut.
Sebenarnya jika dilakukan perhitungan melalui Mean Percentage Absolute Error (MAPE), maka XMA akan memberikan error yang lebih kecil dibandingkan yang lainnya. Namun tetap saja bukan berarti XMA adalah absolut yang terbaik. Saya sengaja tidak mencantumkan perhitungan dengan MAPE karena memang sangat relatif.